Jumat, 03 Februari 2012

Perkembangan Strategi Manajemen

Perkembangan strategi dan manajemen dari tahun 1950 sampai dengan tahun 2000 (era millennium) :
a. Era 1950-an : Strategi Organisasi
Pada era ini manajemen dipandang sebagai sains (ilmu pengetahuan). Organisasi dianggap sebagai mesin yang dapat digerakkan seefesien mungkin. Philip Selznick memperkenalkan strategi organisasi yang pada intinya adalah menerangkan tanggung jawab pemimipin menerapkan tujuan yang jelas dalam mengoperasikan perusahaan, untuk itu perusahaan perlu mengarahkan kekuatan internal perusahaan terhadap ekspektasi terhadap lingkungan eksternal.
Isu strategi dalam perusahaan adalah kelebihan beban (overload) dikantor pusat sehingga terlihat adanya suatu usaha untuk desentralisasi, dengan demikian muncullah divisionalisasi perusahaan.
b. Era 1960-an : Strategi Bersaing
Pada era ini manajemen mulai dipandang sebagai mesin tetapi lebih kearah system sosial . Isu pada masa tersebut lebih kearah mengelola manusia ketimbang jumlahnya, diera inilah muncul terori tentang prilaku manusia dalam organisasi, dimana manusia pada hakikatnya dianggap senang untuk bekerja.
Diera ini juga H. Igor Ansoff memperkenalkan “Konsep strategi”, dimana konsep mengenai persaingan mulai dimunculkan, serta pembahasan mengenai pemosisian perusahaan serta mengali kompetensi distingtif (beda/ kentara).
Isu strategi dalam perusahaan adalah keinginan untuk bertumbuh dimana terlihat adanya suatu usaha untuk melakukan sinergi dari perusahaan. Pada era ini perusahaan diversifikasi (membhinekakan) konglomerat.
c. Era 1970-an : Strategi Generik
Di era ini , kondisi lingkungan usaha ditandai dengan persaingan yang semakin ketat, dipicu adanya kekuatan politik kartel minyak dan persaingan tajam diantara perusahaan. Pada masa ini dikenal dengan manajemen strategi yang berorientasi eksternal dengan sasaran untuk mencapai kekuatan pasar.
Perusahaan bergerak dari pengelolaan dan perhatian ke internal perusahaan menjadi mengarah kepersaingan secara efektif.
Isu strategi dalam era ini adalah masalah alokasi sumberdaya, sehingga terlihat adanya usaha utnuk perencanaan portfolio dari perusahaan , keseimbangan Portfolio menjadi strategi perusahaan pada era ini.
d. Era 1980-an : Strategi RBV ( Resource Based View)
Di era ini konsep strategi perusahaan mulai berkembang ke arah internal berdasarkan sumber daya, walaupun dilain pihak masih ada yang ke arah eksternal atau pasar. Strategi berdasarkan sumber daya (resources based) yang lebih menekankan untuk pemantapan kekuatan internal untuk keunggulan bersaing yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan.
Isu strategi yang dihadapi oleh perusahaan pada era ini adalah menurunnya performansi dari diversifikasi (bahkan banyak yang gagal), sehingga perusahaan melakukan perencanaan berdasarkan “nilai (Value)” serta kembali kepada kemampuan perusahaan.
Pada era ini “restrukturisasi” menjadi salah satu kata kunci dalam keberhasilan perusahaan.
e. Era 1990-an : Strategi KBV ( Knowledge Based View)
Di era ini persaingan dan kompleksitas lingkungan eksternal yang dialami perusahaan, memunculkan beberapa pendekatan konsep dalam strategi perusahaan. Konsep rekayasa ulang (re-engineering) mulai digulirkan. Konsep strategi yang tepat ( The right strategi) mulai berubah strategi yang fleksible.
Keunggulan bersaing menjadi dinamis yang diakibatkan perubahan persaingan. Dan konsep perencanaan skenario (Scenario planning) mendapatkan perhatian dalam menyusun strategi perusahaan.
Isu strategi yang berkembang pada era ini adalah kembali ke bisnis inti dan pengembangan usaha berdasarkan kompetensi inti perusahaan. Portfolio manajemen dan saling berhubungan (yang dikembangkan disekitar kompetensi inti) serta kreasi nilai (Value creation) menjadi strategi perusahaan.
f. Era 2000-an : Strategi e – Bisnis
Di era ini pengelolaan bisnis yang berorientasi ke lingkungan eksternal mulai memudar, peta persaingan berubah, terutama untuk bisnis yang berhubungan dengan transportasi udara dan cakupan global. Pendekatan kepuasanan pihak yang berkepentingan (stakeholder) semakin mencuat.
Teknologi informatika dan aplikasinya berkembang dengan pesat di era ini,. konsep e-bisnis telah dan tetap akan menjadi perhatian perusahaan. Isu strategi yang muncul adalah semakin maraknya bisnis yang berbasis elektronik, dimana produk suatu perusahaan mendjadi bertambah, dismping arang dan jasa, juga barang digital. Kecepatan dan jangkauan menjad kata kunci dalam era ini.

Jumat, 06 Februari 2009

analisis sitem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada bagian produksi di PT. Industri Kapal Indonesia (persero) Makassar

Nama : M.ansyar.Bora
Stambuk : 05 021 014 004
Program studi : Teknik Industri

Pembimbing Utama : Ir.Larisang,MT
Co. Pembimbing : Ir. Ahmad Hanafie,MT





BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerintah menyadari, dalam era globalisasi dan era perdagangan bebas yang ditandai persaingan ketat dalam seluruh aspek kehidupan, implementasi Kesehatan dan keselamatan kerja sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas SDM pekerja merupakan langkah yang sangat strategis untuk mengantisipasi trend perubahan yang terus-menerus berkembang, terutama untuk merespon tuntutan global yang mengaitkan isu hak asasi manusia (HAM) dengan produk yang dihasilkan oleh suatu negara.salah satu indikator pelaksanaan HAM di tempat kerja/sektor usaha adalah pelaksanaan program Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang sesuai standar internasional. (Kondarus, 2006)
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) nasional sebenarnya telah memiliki payung hukum yang jelas untuk diimplimentasikan pada berbagai sektor usaha atau tempat kerja.ini menunjukkan kemauan politik dan keberpihakan pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja sebagai amanah dari UUD 1945 dan filosofi pembangunan nasional.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem pengujian terhadap kegiatan operasi yang dilakukan secara kritis dan sistematis untuk menentukan kelemahan unsur sistem (manusia, sarana lingkungan dan perangkat lunak) sehingga dapat dilakukan langkah perbaikan sebelum timbul kecelakaan/kerugian (Hendarto, 2000).
Soekotjo Joedoatmodjo, Ketua Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N) menyatakan bahwa frekuensi kecelakaan kerja di perusahaan semakin meningkat, Catatan PT Jamsostek dalam tiga tahun terakhir (1999 - 2001) jumlah kasus kecelakaan kerja mengalami peningkatan, dari 82.456 kasus pada 1999 bertambah menjadi 98.902 kasus di tahun 2000 dan berkembang menjadi 104.774 kasus pada 2001. Untuk angka 2002 hingga Juni, tercatat 57.972 kasus, sehingga rata - rata setiap hari kerja terjadi sedikitnya lebih dari 414 kasus kecelakaan kerja di perusahaan yang tercatat sebagai anggota Jamsostek. Sedikitnya 9,5 persen dari kasus kecelakaan kerja mengalami cacat, yakni 5.476 orang tenaga kerja, sehingga hampir setiap hari kerja lebih dari 39 orang tenaga kerja mengalami cacat tubuh. (www.gatra.com)
Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian karena penyakit akibat hubungan pekerjaan, dimana diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya (Pusat Kesehatan Kerja, 2005)
PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar menjelaskan mengenai kecelakaan kerja yang terjadi dapat diketahui bahwa kecelakaan akibat kerja pada tahun 2004 sebanyak 3 orang, tahun 2005 sebanyak 1 orang, tahun 2006 sebanyak 5 orang, tahun 2007 sebanyak 3 orang dan pada tahun 2008 sebanyak 2 orang, dengan jenis kecelakaan seperti terjepit, luka lecet, terjatuh, keseleo, batuk dan sakit mata. (Data sekunder PT IKI).
Dengan adanya permasalahan diatas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian pada PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar dangan judul penelitian :

“Analisis Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pada Bagian Produksi PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar”


B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang masalah maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Sistem Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (SMK3) ?
2. Tingkat efektifitasnya Pada Bagian Produksi PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan judul dan permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Sistem Manajemen Kesehatan Dan Keselamatan Kerja yang diterapkan PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
2. Untuk mengetahui tingkat efektifitas pelaksanaan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada karyawan PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar

D. Manfaat Penelitian
Sebagai acuan di dalam melakukan pengendalian masalah kesehatan dan keselamatan kerja (k3) di dalam perusahaan khususnya di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.

E. Batasan Masalah
Dari rumusan masalah maka penelitian ini dibatasi hanya pada Sistem Manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) yang terjadi dibagian produksi PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata "to manage" yang berarti mengatur, mengurus atau mengelola. Banyak definisi yang telah diberikan oleh para ahli terhadap istilah manajemen ini. Namun dari sekian banyak definisi tersebut ada satu yang kiranya dapat dijadikan pegangan dalam memahami manajemen tersebut, yaitu : Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari rangkaian kegiatan, seperti perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menetukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya. Sedangkan pengertian menurut ahli-ahli yang lain adalah sebagai berikut :
1. Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel :
Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain.
2. Menurut R. Terry :
Manajemen merupakan suatu proses khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya.
3. Menurut James A.F. Stoner :
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi tang telah ditetapkan.
4. Menurut Lawrence A. Appley :
Manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain.
5. Menurut Drs. Oey Liang Lee :
Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Definisi atau pengertian dari sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja adalah merupakan bagian dari sistem manajemen keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan atau implementasi, prosedur, proses dan sumber daya-sumber daya yang diperlukan dalam pengembangan dan penerapannya, studi pencapaian dan pemeliharaan dari kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja agar pengendalian resiko yang berhubungan dengan aktifitas kerja, penggunaan alat, penciptaan tempat kerja yang aman dan nyaman, produktif dan efisien.
Target dan tujuan dari manajemen sistem kesehatan dan keselamatan kerja adalah untuk menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja dalam tempat kerja di semua bagain yang terkait didalamnya sehingga dapat dicegah dan dikurangi timbulnya kecelakaan dan penyakit yang menyebabkan dan mepengaruhi kerja serta penciptaan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, efisien dan produktif dalam bekerja.

B. Tinjauan Umum Kesehatan dan Keselamatan Kerja
1. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup secara sosial ekonomi. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah.(undang-undang RI No 23,1992).
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu/kesehatan kedokteran beserta prateknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik segi fisik atau mental,maupun sosial dengan preventif dan kuratif terhadap penyakit¬penyakit atau gangguan kesehatan yang di akibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit umum, sebagaimana batasan tersebut berarti, kesehatan kerja bersifat medis dan sasarannya adalah manusia (Mulianti, 2004).
Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan upaya untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, serta memberikan perlindungan kepada sumber-sumber produksi sehingga meningkatkan efisiensi dan produktivitas. (Suma’mur, 1993).
Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha sebagai upaya pencegahan (preventif) timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.

2. Tujuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Tujuan kesehatan kerja didasarkan pada rekomendasi ILO No. 112 (1959) yang didukung oleh Masyarakat Ekonomi Eropa (1962) dan Majelis Eropa (1972). Tujuan itu didukung pula oleh Konvensi ILO 161 dan rekomendasi No. 171 (1985). Tujuan itu adalah sebagai berikut :
a. Melindungi pekerja dari bahaya kesehatan di tempat kerja.
b. Menyesuaikan pekerjaan agar serasi dengan status kesehatan pekerja.
c. Menyumbang pembangunan dan pemeliharaan kesejahteraan fisik dan mental yang setinggi-tingginya di tempat kerja.
(J.M. Harrington & F.S. Gill, 2005).

3. Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Undang-undang kesehatan dan keselamatan kerja berlaku untuk setiap tempat kerja yang didalamnya terdapat tiga unsur, yaitu :
a. Adanya suatu usaha, baik usaha itu bersifat ekonomis maupun sosial.
b. Adanya tenaga kerja yang bekerja didalamnya baik secara terus ¬menerus maupun sewaktu-waktu.
c. Adanya sumber bahaya.

4. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja
a. Penyuluhan
Penyuluhan adalah pemberian informasi yang dapat menimbulkan kejelasan pada orang-orang yang bersangkutan (Suma’mur 1993).
Adapun tujuan dan manfaat penyuluhan bagi tenaga kerja diantaranya :
i. Perubahan tingkat pengetahuan meliputi perubahan dari apa yang mereka ketahui sehingga dari yang kurang menguntungkan menjadi sesuatu yang lebih baik dan lebih menguntungkan.
ii. Perubahan tingkat kecakapan atau kemampuan, meliputi perubahan dalam hal kemampuan berpikir, seperti dari yang belum terpikirkan/tergambarkan daya dan cipta keterampilan yang lebih efektif dan efisien, kini telah berubah menjadi cakap/mampu memperhatikannya, menggambarkan dan melaksanakan cara-cara dan keterampilan yang lebih berdaya guna dan berhasil.
iii. Perubahan sikap meliputi perubahan dalam perilaku dan perasaan yang didukung oleh adanya peningkatan kecakapan, kemampuan dan pemikiran.
b. Pelatihan
Tingkat keselamatan tergantung dari praktek dan sikap pengusaha dan tenaga kerja. Maka dari itu, pelatihan sangat penting peranannya dalam peningkatan keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan kerja. Pelatihan adalah bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku dalam wakt yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teoritis. (Siswanto, 2005).
Pelatihan merupakan proses membantu para tenaga kerja untuk memperoleh efektivitas dalam pekerja mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan dan sikap yang layak.
Manfaat dan tujuan pelatihan keselamatan di tempat kerja antara lain sebagai berikut :
1. Meningkatkan keahlian kerja
2. Mengurangi keterlambatan kerja dan perpindahan tenaga kerja.
3. Mengurangi timbulnya kecelakaan kerja dan kerusakan dalam bekerja serta pemeliharaan alat-alat kerja.
4. Meningkatkan produktivitas kerja
5. Meningkatkan kecakapan kerja
6. Meningkatkan rasa tanggung jawab
Pelatihan tentang keselamatan kerja memberikan pengetahuan dan bimbingan pada tenaga kerja agar tenaga kerja paham akan pekerjaan yang dilakukannya dan bahaya-bahaya yang timbul pada saat bekerja dan menyadari untuk menggunakan alat pelindung diri dalam bekerja.
Untuk jenis pelatihan ialah menyangkut masalah-masalah personil Alat Pelindung Diri, pengenalan APD maupun penggunaan yang benar serta batasan dalam bentuk In House Training.
c. Pemeriksaan Kesehatan
i. Pemeriksaan Kesehatan Sebelum Kerja
Alasan untuk melakukan pemeriksaan ini adalah sebagai berikut :
1. Menilai kebugaran untuk melakukan pekerjaan yang sudah ditetapkan
2. Menilai kemampuan/fitness untuk mengerjakan apa saja.
3. Mengenal penyakit dalam keadaan dini.
4. Data dasar informasi kemampuan pekerja.
5. Kriteria mendapatkan dana pension dan asuransi
6. Atas permintaan manajemen.
7. Peninjauan kecacatan agar dapat ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai.
ii. Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk menghindari sedini mungkin apakah faktor-faktor penyebab penyakit diatas sudah menimbulkan gangguan atau kelainan. Pemeriksaan kesehatan berkala dimaksudkan untuk mempertahankan dan meninggikan derajat kesehatan dari tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannya serta menilai kemungkinan adanya pengaruh¬-pengaruh dari pekerjaan yang segera perlu dikendalikan dengan usaha-usaha pencegahan. Frekuensi pemeriksaan kesehatan periodik/berkala tergantung dari besarnya, bermula dari satu bulan sampai kepada satu tahun.
iii. Pemeriksaan Kesehatan Khusus
Karyawan yang menunjukan gejala-gejala yang dicurigai ada kaitannya dengan lingkungan kerja harus dikirim ke klinik spesialis untuk menjalani pemeriksaan khusus. Langkah seperti ini sangat membantu karyawan itu sendiri maupun manajemen. Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan atas dasar dugaan adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan kepada tenaga kerja atau golongan-golongan karyawan tertentu. Dokter harus melakukan perneriksaan secara cermat sehingga kelainan-kelainan dapat ditemukan.
d. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri adalah suatu kewajiban dimana biasanya para pekerja atau buruh bangunan yang bekerja disebuah proyek atau pembangunan sebuah gedung, diwajibkan untuk menggunakannya. Kewajiban itu sudah disepakati oleh pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. (Wikipedia, 2006)
Selanjutnya menurut Suma’mur (1987) alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai oleh tenaga kerja dengan maksud menekan atau mengurangi penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.
Pemakaian alat pelindung diri ditempat kerja mempunyai peranan yang sangat penting, mengingat banyaknya sumber daya yang timbul ditempat kerja, oleh karena itu setiap karyawan harus dilengkapi dengan alat pelindung diri sesuai dengan jenis pekerjaannya sehingga tidak menimbulkan kecelakaan dan akhirnya dapat menghasilkan produksi yang optimal.
Adapun macam Alat Pelindung Diri (APD) tersebut yaitu :
1. Kepala :Pengikat rambut, Penutup kepala, Helmet
2. Mata : Kacamata, Spectales, Goggles
3. Muka : Perisai Muka
4. Tangan dan jari jari :Sarung Tangan
5. Kaki : Sepatu Safety/boat
6. Alat Pernapasan : Respirator/ Masker Khusus
7. Telinga :Sumbat telinga(ear pluq), Tutup telinga
8. Tubuh : Pakaian Kerja (ketel pack/wear pack) dari berbagai macam bahan

5. Dasar Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Adapun landasan hukum yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka memberikan perlindungan kepada tenaga kerja khususnya dalam keselamatan dan perlindungan tenaga kerja diantaranya :
a. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan pokok mengenai tenaga kerja.
b. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
c. Peraturan pemerintah RI No. 19 tahun 1973 tentang pengaturan dan pengawasan keselamatan kerja.
d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transigrasi No.2/Men/1980 tentang pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dalam penyelenggaraan keselamatan kerja.
e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 4/Men/1987 tentang panitia pembinaan kesehatan dan keselamatan kerja serta tata penunjukan ahli kesehatan dan keselamatan kerja.
f. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 2 tahun 1970 tentang pembentukkan panitia pembina kesehatan dan keselamatan kerja ditempat kerja.
g. Surat edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transigrasi No. Kep. 33/Men/1979 tentang penunjukan pegawai keselamatan dan kesehatan kerja.
h. Undang-Undang No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
i. Undang-undang NO 23 tahun 1992, Lembaran Negara Republik Indonesia No 100 Tentang Kesehatan.
j. Keputusan Presiden RI No. 22 tahun 1993 Tentang Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja.
k. Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
l. Keputusan Presiden No.22Tahun 1993 tentang penyakit Akibat Kerja.
m. Permen No. Per 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.

C. Statistik Kecelakaan Kerja
Agar manajemen dapat memantau keberhasilan pelaksanaan sistem manajemen K3, diperlukan adanya suatu ukuran. Pada masa lalu, keberhasilan pelaksanaan system manajemen K3 ini dinilai berdasarkan jumlah dan keparahan dari kecelakaan yang mengakibatkan cedera/cacat. Index/ukuran ini dikenal dengan sebutan Tingkat Kekerapan (Frequency Rate) dan keparahan (Severy Rate) cidera.
Statistik kecelakaan ini didasarkan pada standar ANSI Z-16,1 dan index yang dipergunakan yaitu :
a. Kekerapan kecelakaan (Disabling Injury Frequency Rate) yang menggambarkan jumlah cedera/cacat yang terjadi persatu juta jam kerja terpapar atau
jumlah seluruh kecelakaan x 1.000.000,-
Jumlah seluruh man hour

b. Keparahan kecelakaan (Disabling Injury Severity Rate) yang menggambarkan jumlah hari hilang (menurut skala ASA) akibat terjadi cedera atau kematian karena kecelakaan kerja, untuk setiap juta jam kerja terpapar atau
jumlah hari kerja terbuang x 1.000,-
Jumlah seluruh man hour

Walaupun index pada statistik kecelakaan kerja tersebut cukup baik untuk menggambarkan kekerapan dan keperahan dari kasus kecelakaan yang terjadi, tetapi harus dilengkapi dengan audit K3 agar diperoleh gambaran yang lengkap tentang kinerja (performance) pelaksanaan K3 di perusahaan. Hal ini perlu dilakukan karena Frequncy Rate dan Severity Rate mempunyai ciri-ciri antara lain :
a. Penilaian terhadap kecelakaan yang telah terjadi dan telah menimbulkan kerugian, sehingga kurang mampu memberikan tanda untuk usaha pencegahan/perbaikan sebelum kecelakaan kerja.
b. Secara tidak langsung menggambarkan kelemahan dalam sistem yang harus diperbaiki.
c. Kurang komunikatif dan kurang dimengerti oleh pimpinan
d. Index ini baru menyatakan sebagian kecil dari kerugian dan masalah kecelakaan kerja yang dihadapi perusahaan, sehingga memberikan gambaran kepada pimpinan/pengurus perusahaan bahwa masalah K3 yang dihadapi adalah kecil. Hal ini disebabkan karena kecelakaan, cedera, cacat yang dicacat dalam index tersebut tidak mencatat semua cedera, kecelakaan dan insiden yang terjadi.
• Uji Validitas
Validitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa akurat suatu alat tes melakukan fungsi ukurnya. Apabila validitas yang didapat semakin tinggi, maka tes tersebut semakin mengenai sasarannya dan semakin menunjukkan apa yang seharusnya ditunjukkan. Pengujian validitas ini dilakukan dengan internal validity, dimana kriteria yang dipakai berasal dari dalam alat tes itu sendiri dan masing-masing item tiap variabel dikorelasikan dengan nilai total yang diperoleh dari koefisien korelasi produk moment. Apabila koefisien korelasi rendah dan tidak signifikan, maka item yang bersangkutan gugur. Taraf signifikan yang digunakan adalah 5 %. Perhitungan korelasi pada masing-masing variabel dengan skor total menggunakan rumus teknik korelasi 'produk moment' yang dirumuskan sebagai berikut :

Dimana :
x = skor tiap-tiap variabel
y = skor total tiap responden
N = jumlah responden

Setiap variabel yang dihipotesakan akan diukur korelasinya dan dibandingkan dengan melihat angka kritisnya. Cara melihat angka kritis adalah dengan melihat baris N - 2 pada tabel korelasi nilai r . misalnya untuk taraf signifikansi 5 %, N = 25 (df = 23 ), akan didapatkan angka kritis nilai r = 0,336. Jadi variabel akan dinyatakan valid bila nilai r lebih besar dari 0,336.
• Uji keandalan / reliability
Uji reliabilitas digunakan untuk menguji keajegan hasil pengukuran kuesioner yang erat hubungannya dengan masalah kepercayaan. Suatu alat tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan jika tes tersebut memberikan hasil yang tepat (ajeg). Rumus untuk koefisien variansi ( dengan  cronbrach) , seperti yang ditunjukkan pada persamaan berikut :

 = Koefisien keandalan
k = Jumlah variabel manifes yang membentuk variabel laten
r = rata-rata korelasi antar variabel manifes.
Besar koefisien ini adalah antara nol hingga satu ( 0    1 ). Semakin besar nilai koefisien keandalan, semakin tinggi keandalan alat ukur yang digunakan. Nilai yang mendekati satu menunjukkan tingkat konsistensi yang tinggi dan   0,4 maka dianggap cukup reliabel.

D. PROGRAM SPSS
SPSS adalah sebuah program aplikasi yang memiliki kemampuan analisis statistik cukup tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis dengan menggunakan menu-menu deskriptif dan kotak-kotak dialog yang sederhana sehingga mudah untuk dipahami cara pengoperasiannya. Beberapa aktivitas dapat dilakukan dengan mudah dengan menggunakan pointing dan clicking mouse.
SPSS banyak digunakan dalam berbagai riset pemasaran, pengendalian dan perbaikan mutu (quality improvement), serta riset-riset sains. SPSS pertama kali muncul dengan versi PC (bisa dipakai untuk komputer desktop) dengan nama SPSS/PC+ (versi DOS).Tetapi, dengan mulai populernya system operasi windows. SPSS mulai mengeluarkan versi windows (mulai dari versi 6.0 sampai versi terbaru sekarang). Pada awalnya SPSS dibuat untuk keperluan pengolahan data statistik untuk ilmu-ilmu social, sehingga kepanjangan SPSS itu sendiri adalah Statistikal Package for the Social Sciens. Sekarang kemampuan SPSS diperluas untuk melayani berbagai jenis pengguna (user), seperti untuk proses produksi di pabrik, riset ilmu sains dan lainnya. Dengan demikian, sekarang kepanjangan dari SPSS Statistikal Product and Service Solutions.
SPSS dapat membaca berbagai jenis data atau memasukkan data secara langsung ke dalam SPSS Data Editor. Bagaimanapun struktur dari file data mentahnya, maka data dalam Data Editor SPSS harus dibentuk dalam bentuk baris (cases) dan kolom (variables). Case berisi informasi untuk satu unit analisis, sedangkan variable adalah informasi yang dikumpulkan dari masing-masing kasus. Hasil-hasil analisis muncul dalam SPSS Output Navigator. Kebanyakan prosedur Base System menghasilkan pivot tables, dimana kita bisa memperbaiki tampilan dari keluaran yang diberikan oleh SPSS.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang tujuannya untuk memperoleh gambaran penelitian sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (SMK3) pada karyawan dibagian produksi di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.

B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Lokasi penelitian bertempat di Unit Produksi PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dibagi dalam dua tahap yaitu :
a. Tahap persiapan, dimana pada tahap ini dilakukan observasi awal ke lokasi tempat penelitian dengan tujuan untuk pengambilan data sekunder yang dibutuhkan didalam penyusun proposal. Tahap ini berlangsung pada bulan Februari 2009.
b. Tahap pelaksanaan kegiatan penelitian, dimana pada tahap ini dilakukan pengumpulan data primer dan tahap ini berlangsung pada bulan Februari – Maret 2009.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga kerja organik (tetap) di bagian produksi PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar pada Unit Galangan Makassar.
2. Sampel
Sebagai sampel dalam penelitian ialah karyawan produksi di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar yang bekerja pada Unit Galangan Makassar. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
NZ2 PQ
n =
(N – 1)d2 + Z2 PQ

dimana :
N = Perkiraan jumlah populasi tenaga kerja
n = Jumlah sampel
Z = Standar normal pada kepercayaan 95% (1,96)
d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang dipakai (0,1)
P = Proporsi tenaga kerja yang mengalami masalah (0,5)
Q = 1 – P




3. Teknik Pengambilan Sampel
Peneliti mengambil sampel secara porposive yaitu dengan kriteria sebagai berikut :
1. Karyawan bagian produksi
2. Telah menjadi karyawan tetap (organik)
3. Bersedia menjadi sampel

D. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas adalah Variabel yang mempengaruhi variabel terikat yaitu penyuluhan, pelatihan, pemeriksaan dan penggunaan APD.
b. Variabel Terikat adalah Variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

E. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer
Data primer yaitu pengumpulan langsung kepada tenaga kerja di produksi pada Unit Galangan Makassar di PT. Industri Kapal Indonesia (Persero) Makassar dengan daftar kuesioner berdasarkan tujuan penelitian.


2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu pengumpulan langsung yang diperoleh dari perusahaan yaitu yang ada hubungannya dengan penelitian.

F. Teknik Pengolahan dan Penyajian Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data di lakukan menggunakan program spss.versi 16.
2. Penyajian Data
Data disajikan dalam bentuk tabel validasi dan Relibility disertai dengan penjelasan-penjelasan antara variabel bebas dan terikat.

Kamis, 05 Februari 2009

PERFORMANCE MANAGEMENT (MANAJEMEN KINERJA)

Organisasi atau perusahaan umumnya setiap tahun menetapkan objective atau sasaran yang harus dicapainya, baik itu berupa sasaran yang bersifat besarnya produksi yang harus dicapai, maupun keuntungan perusahaan dalam bentuk jumlah uang yang harus dicapai. Dalam hal kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan, sasaran perusahaan biasanya berupa bagaimana perusahaan dapat menekan angka kecelakaan dan patuh pada semua peraturan lingkungan.

Untuk menunjang semua sasaran ini, organisasi membuat rencana-renacana kerja bagi semua bagian dalam organisasi termasuk rencana kerja semua individu yang ada didalam organisasi. Didalam rencana kerja tersebut juga tercantum Indikator-Indikator Kinerja (Key Performance Indicator - KPI) bilamana semua sasaran setiap bagian dan setiap individu dalam organisasi dapat tercapai. Ini disebut sebagai “alat ukur” dalam perusahaan guna mengukur pencapaian setiap bagian atau setiap individu dalam organisasi.

Umumnya KPI mulai di set dari level organisasi dibagian atas, yang kemudian dijabarkan terus sampai ke level bawah struktur organisasi. Hal ini memperjelas dan memudahkan organisasi untuk melihat siapa atau bagian mana dalam organisasi yang kinerjanya baik serta menunjang sasaran organisasi, serta siapa atau bagian mana yang tidak “performed” atau kinerjanya kurang baik. Penilaian Kinerja orang-per orang dalam organisasi umumnya dari atas kebawah. Biasanya atasan menilai bawahannya. Namun pada organisasi yang sudah dewasa, penilaian bisa bersifat horizontal (penilaian oleh rekan se-level), ataupun bisa “bottom up” (bawahan menilai atasannya). Dalam pelatihan ini, akan dijelaskan semua metode yang ada, berikut nilai positif dan negatif dari masing-masing metode.

Umumnya hal ini dilakukan setiap 6 bulan sekali. Feed back yang didapatkan oleh semua anggota organisasi dalam penilaian kinerja ini akan berguna bagi setiap orang untuk memperbaiki kinerjanya ataupun meningkatkannya.

Hasil penilaian kinerja ini akan digunakan oleh perusahaan untuk menghitung besarnya kenaikan gaji yang akan diterima oleh masing-masing anggota organisasi. Untuk perusahaan yang memberikan bonus untuk karyawannya, baik bonus produksi, bonus safety ataupun bonus lainnya, hasil ini juga dipakai sebagai referensi dalam menentukan besaran pembagian bonus